Makanan atau minuman manis merupakan jenis bahan konsumsi yang menjadi kegemaran banyak orang dari segala rentang usia. Mengonsumsi makanan dan minuman manis juga sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat luas. Di satu sisi, makanan dan minuman manis bisa menjadi sumber glukosa yang diperlukan tubuh sebagai sumber energi untuk melakukan berbagai aktivitas, namun jika tidak berhati-hati, maka konsumsi makanan dan minuman manis secara berlebihan bisa mendatangkan berbagai konsekuensi kesehatan yang diakibatkan gangguan pada kerja organ, termasuk pada otak. Tulisan ini akan membahas bagaimana pengaruh dari konsumsi makanan atau minuman tinggi gula pada otak dan fungsi kognitif, serta bagaimana tips untuk bijak dalam mengonsumsi makanan atau minuman manis agar terhindar dari dampak merugikan yang dapat ditimbulkan.
Glukosa dan perannya dalam kerja otak
Gula (glukosa) merupakan sumber energi utama bagi seluruh sel di dalam tubuh, termasuk otak. Di dalam otak terdapat banyak sel saraf (neuron), yang merupakan jenis sel dengan tingkat kebutuhan glukosa yang sangat tinggi. Untuk dapat berfungsi dengan baik, otak memerlukan 20-50% total energi yang berasal dari glukosa. Seperti yang kita ketahui bahwa otak memiliki fungsi yang sangat penting, antara lain fungsi kongnitif seperti berpikir, mengingat, dan belajar. Fungsi ini sangat erat kaitannya dengan kadar gula dalam tubuh, mengingat proporsi konsumi energi terbesar pada otak terletak pada aktivitas neuronal dan pemrosesan informasi. Glukosa dibutuhkan untuk menyediakan prekursor sintesis neurotransmitter dan ATP yang berperan sebagai bahan bakar untuk kerja dari neurotransmitter tersebut, serta untuk sumber energi bagi otak dalam melakukan tugas lain yang tidak berkaitan dengan fungsi signaling. Gangguan metabolisme glukosa dalam berbagai level dapat melatarbelakangi terjadinya berbagai gangguan pada otak. Sebagai contoh: kekurangan suplai glukosa ke otak dapat menyebabkan gangguan pada produksi neurotransmitter yang penting dalam komunikasi antar sel. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya penurunan fokus dan fungsi kognitif secara keseluruhan sebagai manifestasi dari kondisi hipoglikemia.
Hubungan antara konsumsi gula yang berlebih dan kerja otak
Meskipun gula sangat diperlukan oleh otak, bukan berarti seseorang dapat mengonsumsi gula sebanyak-banyaknya. Konsumsi gula secara berlebih justru memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan. Salah satu konsekuensi buruk dari konsumsi gula berlebih dalam jangka panjang adalah timbulnya penyakit diabetes melitus. Penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula di dalam darah ini dikenal juga dengan sebutan “induk dari segala penyakit” karena berkaitan dengan beragam komplikasi organ yang dapat ditimbulkan, terutama pada pasien yang tidak mencapai kontrol gula darah yang baik.
Salah satu komplikasi yang dapat ditimbulkan dari tingginya kadar gula di dalam darah dapat juga dialami oleh organ otak. Dalam jangka panjang, kondisi hiperglikemia dapat berdampak buruk pada fungsi konektivitas otak. Hiperglikemia juga dapat memengaruhi materi otak yang menyebabkan otak mengalami atrofi atau penyusutan. Hal ini dapat mengarah pada penyakit small-vessel disease, yang berdampak pada terganggunya aliran darah di otak, menyebabkan penurunan fungsi kognitif, dan dapat memicu perkembangan demensia vaskular. Pada beberapa penelitian telah ditemukan adanya hubungan antara rendahnya brain-derived neurotrophic factor (BDNF) dan perkembangan demensia, termasuk tipe Alzheimer. Dalam kondisi normal, BDNF membantu otak dalam belajar dan menyimpan memori. Kadar BDNF yang rendah akibat konsumsi gula berlebih dalam jangka panjang menyebabkan otak kesulitan mempelajari hal baru dan mempertahankan daya ingat. BDNF yang rendah berkaitan erat dengan beberapa penyakit, salah satunya diabetes melitus tipe 2.
Bagaimana tips mengendalikan konsumsi gula agar tidak berlebihan?
Setelah mengetahui peran penting dari gula bagi kerja otak sekaligus bahaya yang dapat ditimbulkan pada otak jika kadar gula di dalam tubuh kita terlalu tinggi, maka menjadi sebuah tantangan bagi kita untuk mampu bijak dalam mengonsumsi gula agar dapat memperoleh manfaat namun terhindar dari masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan.
WHO merekomendasikan untuk membatasi asupan gula tambahan (free sugar) pada orang dewasa tidak lebih dari 25 g per hari atau kurang dari 10% dari total asupan energi harian. Free sugar mengacu pada bentuk-bentuk monosakarida seperti glukosa dan fruktosa, serta disakarida seperti sukrosa (table sugar) yang ditambahkan ke dalam makanan pada saat proses produksi, memasak, atau makan, termasuk juga komponen sakarida yang terkandung dalam madu, sirup, dan jus buah kemasan. Komponen gula yang secara alami terkandung di dalam buah, sayur-mayur, maupun susu segar tidak termasuk ke dalam jenis free sugar, sehingga bahan makanan ini dapat menjadi sumber asupan gula yang lebih menyehatkan. Fruktosa dalam bentuk sirup merupakan pilihan bahan pemanis yang cost-effective dari segi produksi, namun membawa konsekuensi kesehatan yang buruk seperti perkembangan hepatic insulin resistance dan sindrom metabolik. Beberapa studi menunjukkan kecenderungan efek adiktif dari fruktosa yang sering ditambahkan sebagai bahan pemanis ke dalam makanan atau minuman, yang menyebabkan kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman manis seringkali sulit dihilangkan.
Berikut adalah beberapa tips yang dapat dilakukan untuk mengendalikan asupan gula dalam keseharian kita:
Secara bertahap mengurangi kadar pemanis tambahan dalam minuman yang rutin diminum (kopi, teh, dsb). Asupan gula akan menyebabkan pelepasan dopamine yang menimbulkan sensasi yang menyenangkan. Oleh karena itu, seringkali upaya menghilangkan kebiasaan minum minuman manis menjadi sulit dihilangkan, dan sebagian orang memerlukan adaptasi secara bertahap
Hindari minuman berkarbonasi, karena sensasi menyegarkan yang ditimbulkan dapat mengaburkan rasa manis yang terkandung dalam minuman tersebut
Sebisa mungkin konsumsi bahan makanan segar bergizi seimbang, minimalisasi konsumsi makanan olahan, termasuk juga jus buah kemasan
Memeriksa label bahan makanan, termasuk adanya gula yang dituliskan dengan istilah yang kurang familiar (dextrose, maltose, corn syrup, dsb.) serta jumlah yang terkandung dalam setiap takaran saji
Tambahkan porsi buah segar sebagai sumber gula yang menyehatkan yang juga memiliki banyak manfaat untuk kesehatan
Demikian tips untuk bijak mengonsumsi makanan dan minuman manis agar terhindar dari berbagai dampak yang buruk untuk kesehatan, termasuk untuk kinerja otak. Selain mengatur asupan makanan atau minuman, perlu diperhatikan juga penerapan gaya hidup lain yang penting untuk menjadi regulasi metabolisme dan kesehatan tubuh secara umum, seperti rutin berolahraga, menghindari asap rokok, dan manajemen stres yang baik.
Referensi:
1. Sugar and the brain. The Harvard Mahoney Neuroscience Institute Letter. (cited 2022, Feb 21). Available from: https://hms.harvard.edu/news-events/publications-archive/brain/sugar-brain
2. Fuhrman J. The negative impact of sugar on the brain. Verywell Mind. (cited 2022, Feb 21). Available from: https://www.verywellmind.com/how-sugar-affects-the-brain-4065218
3. Chong CP, et al. Habitual sugar intake and cognitive impairment among multi-ethnic Malaysian older adults. Clin Interv Aging 2019;14:1331–42.
4. Mergenthaler P, et al. Sugar for the brain: the role of glucose in physiological and pathological brain function. Trends Neurosci. 2013;36(10):587–97.
5. WHO. WHO calls on countries to reduce sugars intake among adults and children. (cited 2022, Feb 21). Available from: https://www.who.int/news/item/04-03-2015-who-calls-on-countries-to-reduce-sugars-intake-among-adults-and-children#:~:text=A%20new%20WHO%20guideline%20recommends,would%20provide%20additional%20health%20benefits.
6. Tips for Cutting Down on Sugar. Available from: https://www.heart.org/en/healthy-living/healthy-eating/eat-smart/sugar/tips-for-cutting-down-on-sugar
MPL/OGB/004/II/2022
Comments